Langsung ke konten utama

“Biarkan Aku Melakukannya, Bunda”

Hari ini mungkin menjadi hari terindah dalam hidupku. Tidak peduli akan masa lalu, dan kini akan ku sambut masa depan bersamanya, kekasih yang InsyaAllah menjadi pelabuhan terahir cinta ini. Hari ini sangat aku tunggu juga dia, yang telah 5 tahun menjalin kasih sayang untuk merajut dan membuka lembaran baru, menikah bersamanya. Tedy, itulah nama yang hari ini akan mengucapkan janji denganku untuk membina rumah tangga bersamaku.

Jam telah menunjukan pukul 08.00. Jantung ini benar-benar berdegup kencang, tidak biasanya bahkan lebih kencang dibanding Interview melamar pekerjaan. Tubuh ini pun dibalut dengan pakaian adat Sunda yang begitu khas. Warna putih aku pilih untuk menghadapi akad nikah hari ini. “Rini, kamu sangat terlihat cantik sekali”, puji ibunda tercintaku yang sedari tadi ikut meriasi aku. “Ah bunda, setiap hari juga aku kan cantik bun..”, ucapku dengan senyuman. “ya sudah ayo cepat, sebentar lagi rombongan keluarga Tedy datang”, sambil merapikan kerudungku yang membalut kepala ini. Aku pun hanya bisa tersenyum dan bergegas keluar ruangan untuk membaur dengan keluargaku yang sedari tadi menungguku diluar.

Acara akad pun tak ada hambatan, semua berjalan sesuai rencana. Setelah 5 tahun kami berpacaran, hari ini kami resmikan hubungan kami dengan diikat janji suci suatu pernikahan yang menurutku ini sangat sacral dan aku berjanji hanya sekali seumur hidupku.

Acara selanjutnya tentu saja menggelar makan-makan di rumahku. Karena kami tidak memilih melakukan langsung dengan resepsi pernikahan. Kami memilih malam hari untuk resepsi bertepatan dengan malam ulang tahunku ke 24 kali ini. Maka dari itu aku begitu bersyukur kepada Allah juga hari ini yang memberikan hadiah teramat sangat besar dihidup ini.

Aku dirias oleh perias professional, tepat setelah Sholat Magrib. Bahkan Tedy, suamiku, berkata “Kamu bukan Rini yang aku kenal, kamu bahkan lebih cantik dari bidadari dunia ini, mungkin malaikat pun malu berhadapan dengan kamu, istriku..”, ia tersenyum penuh cinta dalam senyumnya. “Ah mas bisa aja, udah ah, malu tahu”, sambil memandang bunda ku yang sedari tadi hanya bisa tersenyum melihat kami yang berasa bahagia hari ini.

Aku peluk tubuh bunda ketika masih duduk untuk dirias. Aku ingin mendekap ibu sebelum resepsi dimulai yang dijadwalkan pukul 20.00. Kami memilih malam agar lebih erasa bermakna. Saat memeluk tubuh bunda, aku tak sengaja melihat jam dinding dan menunjukan pukul 19.30, itu tandanya sholat Isya sudah tiba sejak tadi. Aku bergegas berdiri dan melepaskan pelukan dari tubuh bunda. Bundaku sontak bingung yang tiba-tiba aku berdiri. “Kenapa Rin?”, tanya bunda. “Aku mau ambil wudhu dulu bund..”. “Apa kamu tidak salah, kamu sudah di make up, wajah kamu sudah cantik dan ini juga sudah hampir jam 8, apa kata tamu-tamu yang datang kalau kamu telat untukl dirias lagi? Kalaupun kamu tidak dirias, apa kata tamu-tamu yang hadir bila wajah kamu tanpa make up sayang”, tanya bunda penuh dengan melarangku sholat. “Iya, tapi aku mau sholat bunda”. “Tidak, bunda melarang, ini sudah hampir waktunya kita duduk dipanggung resepsi pernikahan ini”, ujar bunda dengan nada tinggi. Mas Tedy tidak bisa berbuat banyak, ia hanya  diam melihat perdebatan kami.

Aku pun duduk kembali, namun aku kembali berdiri dan aku berkata pada bunda, “Aku akan berwudhu dulu, biarkan make up diwajah ini terhapus, karena aku tidak mau terlihat cantik didepan orang-orang tetapi disisi Allah aku terlihat hina bahkan mengabaikan kewajibannya, aku akan tetap sholat Isya, walau ibu melarangku, tapi Allah tidak melarangku”, kemudian aku pergi meninggalkan ruangan rias itu.
Aku mulai ambil wudhu, rukun wudhu pun aku sempurnakan, bahkan aku merasa lebih sempurna wudhu kali ini, seperti ada sesuatu yang berbeda. Aku langsung memakai mukenah yang biasa aku kenakan. Aku pun sholat sedangkan bunda ada dibelakangku dengan penuh kekecewaan. Dalam sholat kali ini pun terasa berbeda, aku bahkan lebih ada sesuatu yang sangat berharga dengan keputusan ini. Bunda terus melihatku, bahkan ketika sujud terahir. Dimana aku tak bisa duduk tahiyat akhir. Disujud itulah sujud terahirku untuk sang pencipta. Bunda hanya terdiam dan menangis melihatku melakukan sujud yang ternyata waktuku didunia habis. Itulah keinginanku. Dan biarkan aku melakukannya, Bunda, untuk Allah sang penciptaku.

Itulah cerita yang semoga menjadi panutan bahwa kematian bisa datang kapan saja dan disaat kebahagiaan sedang menyertai kita. Untuk itu beribadah dan berbuat baiklah dalam menjalankan sisa hidup ini. Kita tidak akan tahu kapan kita akan dipanggil untuk menghadapNya.

Inspirasi dari Kisah Nyata

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bermula Pada Salam, Berakhir Pada Senyuman

Kayangan. (2/06/2014).  Bermula pada sebuah salam, dengan khas senyuman seorang bocah-bocah SMA yang masih polos, serta tatapan yang bertanya-tanya siapa aku, dia, dan mereka. Ini semua tentang sebuah praktikum. Praktikuim yang seorang mahasiswa tingkat akhir. Dimana penulis memauki kampus kependidikan dan mengharuskan praktik di sebuah sekolah. Memilih sekolah? Entahlah. Ini kota orang, dan tidak menau sekolah mana yang sebaiknya dipilih. Sekolah di kota Kembang? Rasanya terlalu bosan untuk menjamah kota ini. Sedikit ke timur, ya, Cimahi. Kota yang dulu masih Madya kini resmi menjadi kota tersendiri. Akhirnya penulis pilih SMAN 1 Cimahi sebagai tempat praktikan bereksperimen. Tidak banyakk menau dengan hal bagaimana sekolah ini. Yang jelas, sekolah dengan lahan seadanya, tanpa harus meminjam lahan orang, dan bisa nyaman belajar dengan tenang bagi para siswa. Terlihat bersemangat hari itu, awal Februari, dimana upacara pertama kalinya sebagai guru dan upacara pertama setelah ...

Surat Untuk Langit

Semua orang terlahir sama. Benar, semua menjadi Manusia. Baik terlahir dalam keadaan sempurna maupun tidak sempurna, semua sama dimata Sang Pencipta. Di dunia ini, banyak kasta dalam kategori manusia. Ada kasta terkaya, kaya, sederhana, secukupnya, cukup, kurang cukup, bahkan sulit. Semua sama, karena materi hanya sebagian kecil dihitung didunia ini. Kematian? Tak akan pernah membawa materi. Kecuali, materi itu digunakan untuk kebaikan. Agama di dunia ini berbeda-beda. Ada agama universal yang diakui oleh dunia, Nasrani (Katolik dan Protestan), Islam, Hindu, Budha, Konghuchu. Dan masih banyak lagi agama yang didapat dari kebudayaan, atau pun turun temurun yang biasa disebut kepercayaan lokal. Namun dalam hal ini, semua agama meyakini Tuhan itu satu. Dzat yang tidak bisa dilihat, namun bisa diyakini bahkan menjadikan Dia sebagai pelindung, hakim, dan kebenaran tertinggi yang mutlak. Maka dari itu, semua manusia itu sama. Dalam hal bahasa, mengapa semua berbeda? Karena semua manusia i...

Ingatlah

Terkadang kita lupa dengan apa itu setelah kehidupan. Tidak ada lagi harta yang dapat dikumpulkan, tidak ada lagi rasa senyum, hanya penyesalan yang membuat kita terdiam dan bahkan menjadikan diri sendiri sebagai sesuatu yang hina. Kematian. Benar, kematian. Tidak ada yang mampu mengelak dari sebuah kematian. Dimana rangkaian kehidupan akan berahir disini dan semua kembali kepada sang pencipta. Tidak ada alsan logis kemana kita dalam kematian. Hanya saja, tanah akan menjadi tempat kita. Ya, satu lubang tanah yang menjadikan kita terdiam, kaku, bahkan tak mampu berbuat baanyak. Sodara, cobalah renungkan bagaimana hidup kita ini. Jika memang segala perintah-Nya kita jalani, niscaya akan tenang jalan hidupnya. Ia hanya akan menunggu saat-saat indah kematian, walaupun tidak ada yang mau meninggalkan dunia ini dengan cepat. Kita sebagai manusia sadar, bahwa banyak dan akan menciptakan dosa. Namun kita memiliki hati, yang mana butuh keimanan yang kuat agar kita mengenal siapa Tuhan kit...