Jam telah menunjukan pukul 08.00. Jantung ini benar-benar berdegup kencang, tidak biasanya bahkan lebih kencang dibanding Interview melamar pekerjaan. Tubuh ini pun dibalut dengan pakaian adat Sunda yang begitu khas. Warna putih aku pilih untuk menghadapi akad nikah hari ini. “Rini, kamu sangat terlihat cantik sekali”, puji ibunda tercintaku yang sedari tadi ikut meriasi aku. “Ah bunda, setiap hari juga aku kan cantik bun..”, ucapku dengan senyuman. “ya sudah ayo cepat, sebentar lagi rombongan keluarga Tedy datang”, sambil merapikan kerudungku yang membalut kepala ini. Aku pun hanya bisa tersenyum dan bergegas keluar ruangan untuk membaur dengan keluargaku yang sedari tadi menungguku diluar.
Acara akad pun tak ada hambatan, semua berjalan sesuai rencana. Setelah 5 tahun kami berpacaran, hari ini kami resmikan hubungan kami dengan diikat janji suci suatu pernikahan yang menurutku ini sangat sacral dan aku berjanji hanya sekali seumur hidupku.
Acara selanjutnya tentu saja menggelar makan-makan di rumahku. Karena kami tidak memilih melakukan langsung dengan resepsi pernikahan. Kami memilih malam hari untuk resepsi bertepatan dengan malam ulang tahunku ke 24 kali ini. Maka dari itu aku begitu bersyukur kepada Allah juga hari ini yang memberikan hadiah teramat sangat besar dihidup ini.
Aku dirias oleh perias professional, tepat setelah Sholat Magrib. Bahkan Tedy, suamiku, berkata “Kamu bukan Rini yang aku kenal, kamu bahkan lebih cantik dari bidadari dunia ini, mungkin malaikat pun malu berhadapan dengan kamu, istriku..”, ia tersenyum penuh cinta dalam senyumnya. “Ah mas bisa aja, udah ah, malu tahu”, sambil memandang bunda ku yang sedari tadi hanya bisa tersenyum melihat kami yang berasa bahagia hari ini.
Aku peluk tubuh bunda ketika masih duduk untuk dirias. Aku ingin mendekap ibu sebelum resepsi dimulai yang dijadwalkan pukul 20.00. Kami memilih malam agar lebih erasa bermakna. Saat memeluk tubuh bunda, aku tak sengaja melihat jam dinding dan menunjukan pukul 19.30, itu tandanya sholat Isya sudah tiba sejak tadi. Aku bergegas berdiri dan melepaskan pelukan dari tubuh bunda. Bundaku sontak bingung yang tiba-tiba aku berdiri. “Kenapa Rin?”, tanya bunda. “Aku mau ambil wudhu dulu bund..”. “Apa kamu tidak salah, kamu sudah di make up, wajah kamu sudah cantik dan ini juga sudah hampir jam 8, apa kata tamu-tamu yang datang kalau kamu telat untukl dirias lagi? Kalaupun kamu tidak dirias, apa kata tamu-tamu yang hadir bila wajah kamu tanpa make up sayang”, tanya bunda penuh dengan melarangku sholat. “Iya, tapi aku mau sholat bunda”. “Tidak, bunda melarang, ini sudah hampir waktunya kita duduk dipanggung resepsi pernikahan ini”, ujar bunda dengan nada tinggi. Mas Tedy tidak bisa berbuat banyak, ia hanya diam melihat perdebatan kami.
Aku pun duduk kembali, namun aku kembali berdiri dan aku berkata pada bunda, “Aku akan berwudhu dulu, biarkan make up diwajah ini terhapus, karena aku tidak mau terlihat cantik didepan orang-orang tetapi disisi Allah aku terlihat hina bahkan mengabaikan kewajibannya, aku akan tetap sholat Isya, walau ibu melarangku, tapi Allah tidak melarangku”, kemudian aku pergi meninggalkan ruangan rias itu.
Aku mulai ambil wudhu, rukun
wudhu pun aku sempurnakan, bahkan aku merasa lebih sempurna wudhu kali ini,
seperti ada sesuatu yang berbeda. Aku langsung memakai mukenah yang biasa aku
kenakan. Aku pun sholat sedangkan bunda ada dibelakangku dengan penuh
kekecewaan. Dalam sholat kali ini pun terasa berbeda, aku bahkan lebih ada
sesuatu yang sangat berharga dengan keputusan ini. Bunda terus melihatku,
bahkan ketika sujud terahir. Dimana aku tak bisa duduk tahiyat akhir. Disujud
itulah sujud terahirku untuk sang pencipta. Bunda hanya terdiam dan menangis
melihatku melakukan sujud yang ternyata waktuku didunia habis. Itulah keinginanku. Dan biarkan aku melakukannya, Bunda, untuk Allah sang penciptaku.
Itulah cerita yang semoga menjadi panutan bahwa kematian bisa datang kapan saja dan disaat kebahagiaan sedang menyertai kita. Untuk itu beribadah dan berbuat baiklah dalam menjalankan sisa hidup ini. Kita tidak akan tahu kapan kita akan dipanggil untuk menghadapNya.
Inspirasi dari Kisah Nyata
Komentar
Posting Komentar