Langsung ke konten utama

Untukmu Ibu…


Untukmu Ibu…
Tangis disetiap malamku, menepikan sejenak tidurmu
Bahkan, mengisi ruang kantuk dimatamu
Walau saat itu ku tak mengerti lelahmu
Namun yang ku ingat, kau lakukan itu dengan ketulusanmu
Kau pun tak pernah mengeluh akanku dahulu
Bahkan, memarahiku saja kau seakan hanya ingin memelukku
Bukan tangisku yang kau keluhkan
Namun hilangnya senyum dan tawa kecilku yang kau tak inginkan
Biarpun itu masa manja dan bahagiaku denganmu
Namun, saat ini hal itu tetap ku lakukan
Itu semua karena kau,
Kau milikki segalanya yang ku inginkan,
Kau hilangkan beban dan kesedihan
Kau telah liat senyumku, dan kini ku ingin aku membuatmu tersenyum
Walau ada dan tanpa mu, aku akan tetap membuatmu tersenyum
Bukan semata-mata ini balasku untukmu, bukan
Sampai matipun aku tak akan mampu kembalikan jasamu

Ibu, tiada nama yang dapat artikan keindahanmu
Ibu, maafkan masa kecilku yang telah hilangkan senyum disetiap malammu
Ibu, jika kau mendengarnya dengan hati, peluklah aku sebentar
Ibu, menjadi mu sungguh tak mampu ku balas
Semua tentangmu adalah cerita dimasa kini
Bangunkanmu dari tidur panjang sungguh tak mungkin
Lelapku teteskan air mata kerinduan ini hanya untukmu
Berjumpa denganmu dengan jarak ratusan kaki ialah hadiah terindah saat ini
Ku menyesal acuhkanmu disaat kau disampingku
Kau lautan surga yang mampu hempaskanku melihat nyatanya dunia

Ibu, pernahkah kau membayangkan aku yang sekarang?
Terlihat sangat rupawan dihadapan cermin
Semoga dimatamu pula menjadikanku rupawan
Kini ku tumbuh setara denganmu
Wajah ini pun semakin memplagiat keindahan wajahmu
Menyerupaimu hampir ku lakukan
Karena kau alasan untukku berjalan
Ini aku yang sempat kau gendong, peluk dan ciumi ku sejak kecil
Namun setumbuh apapun aku, masa kecil denganmu dan masih denganmu itu yang ku ingat
Ibu, sebuah nama diawal doaku disetiap sujudku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bermula Pada Salam, Berakhir Pada Senyuman

Kayangan. (2/06/2014).  Bermula pada sebuah salam, dengan khas senyuman seorang bocah-bocah SMA yang masih polos, serta tatapan yang bertanya-tanya siapa aku, dia, dan mereka. Ini semua tentang sebuah praktikum. Praktikuim yang seorang mahasiswa tingkat akhir. Dimana penulis memauki kampus kependidikan dan mengharuskan praktik di sebuah sekolah. Memilih sekolah? Entahlah. Ini kota orang, dan tidak menau sekolah mana yang sebaiknya dipilih. Sekolah di kota Kembang? Rasanya terlalu bosan untuk menjamah kota ini. Sedikit ke timur, ya, Cimahi. Kota yang dulu masih Madya kini resmi menjadi kota tersendiri. Akhirnya penulis pilih SMAN 1 Cimahi sebagai tempat praktikan bereksperimen. Tidak banyakk menau dengan hal bagaimana sekolah ini. Yang jelas, sekolah dengan lahan seadanya, tanpa harus meminjam lahan orang, dan bisa nyaman belajar dengan tenang bagi para siswa. Terlihat bersemangat hari itu, awal Februari, dimana upacara pertama kalinya sebagai guru dan upacara pertama setelah ...

Surat Untuk Langit

Semua orang terlahir sama. Benar, semua menjadi Manusia. Baik terlahir dalam keadaan sempurna maupun tidak sempurna, semua sama dimata Sang Pencipta. Di dunia ini, banyak kasta dalam kategori manusia. Ada kasta terkaya, kaya, sederhana, secukupnya, cukup, kurang cukup, bahkan sulit. Semua sama, karena materi hanya sebagian kecil dihitung didunia ini. Kematian? Tak akan pernah membawa materi. Kecuali, materi itu digunakan untuk kebaikan. Agama di dunia ini berbeda-beda. Ada agama universal yang diakui oleh dunia, Nasrani (Katolik dan Protestan), Islam, Hindu, Budha, Konghuchu. Dan masih banyak lagi agama yang didapat dari kebudayaan, atau pun turun temurun yang biasa disebut kepercayaan lokal. Namun dalam hal ini, semua agama meyakini Tuhan itu satu. Dzat yang tidak bisa dilihat, namun bisa diyakini bahkan menjadikan Dia sebagai pelindung, hakim, dan kebenaran tertinggi yang mutlak. Maka dari itu, semua manusia itu sama. Dalam hal bahasa, mengapa semua berbeda? Karena semua manusia i...

Ingatlah

Terkadang kita lupa dengan apa itu setelah kehidupan. Tidak ada lagi harta yang dapat dikumpulkan, tidak ada lagi rasa senyum, hanya penyesalan yang membuat kita terdiam dan bahkan menjadikan diri sendiri sebagai sesuatu yang hina. Kematian. Benar, kematian. Tidak ada yang mampu mengelak dari sebuah kematian. Dimana rangkaian kehidupan akan berahir disini dan semua kembali kepada sang pencipta. Tidak ada alsan logis kemana kita dalam kematian. Hanya saja, tanah akan menjadi tempat kita. Ya, satu lubang tanah yang menjadikan kita terdiam, kaku, bahkan tak mampu berbuat baanyak. Sodara, cobalah renungkan bagaimana hidup kita ini. Jika memang segala perintah-Nya kita jalani, niscaya akan tenang jalan hidupnya. Ia hanya akan menunggu saat-saat indah kematian, walaupun tidak ada yang mau meninggalkan dunia ini dengan cepat. Kita sebagai manusia sadar, bahwa banyak dan akan menciptakan dosa. Namun kita memiliki hati, yang mana butuh keimanan yang kuat agar kita mengenal siapa Tuhan kit...