(Suku Pedalaman di Kabupaten Lebak, Banten)
Baduy. Salah satu suku tradisional yang terletak di Kabupaten Lebak, Banten. Mungkin sudah banyak artikel dan tulisan lain mengenai Suku Baduy ini. Tapi tiada salahnya sebagai penulis asli dari Rangkasbitung (Ibu Kota Kabupaten Lebak) mengungkap sedikit fakta tentang Baduy. Ya, ini hanya sebagai ulasan belaka saja, namun semoga menjadi bahan pengetahuan untuk para pembaca khususnya masyarakat kabupaten Lebak sendiri yang masih minim gambaran tentang Baduy.
Suku Baduy terbagi menjadi dua bagian, dimana ada Baduy luar dan Baduy dalam. Ada perbedaan ciri yang sangat mencolok diantara keduanya, dan bahkan perbedaan yang menjadi dasar terbentuknya masyarakat Baduy. Pertama dari segi berbusana. Pakaian Baduy Dalam selalu memakai pakaian serba putih. Mereka beranggapan bahwa Putih melambangkan kesucian dan awal dari semua warna. Sedangkan Baduy luar selalu berpakaian serba hitam. Ini menjadi perbedaan yang signifikan dimana warna tersebut menjadi identitas kedua Suku ini.
Perbedaan yang lain dari segi wilayah, dimana Baduy dalam hanya ada 3 lokasi yaitu Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo yang mana semua lokasi itu ada di perbukitan Kabupaten Lebak. Dan yang uniknya, setiap lokasi masing-masing hanya memperbolehkan penduduknya tidak lebih dari 40 orang saja. Jika melebihi 40 orang, maka akan ada satu orang suku Baduy dewasa yang harus keluar dan menjadi Baduy luar. Sedangkan Baduy luar tidak ada batasan harus berapa penduduk yang tinggal dalam satu wilayahnya.
Mengenai asal-usul suku Baduy, ada yang menyebutkan bahwa Baduy dahulunya ialah pelarian dari prajurit Padjajaran. Yang mana pada saat itu prajurit Padjajajran kalah dalam peperangan melawan kerajaan Cirebon Islam dan juga kalah melawan Kerajaan Banten yang saat itu dipimpin sultan Hasanudin. Mereka lari ke Banten selatan (Kabupaten Lebak) dan ahirnya menetap dan membuat komunitas disana. Sampai sekarang suku Baduy tetap ada dan tidak pernah menghilang.
Urusan kepercayaan, suku Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Ini adalah agama dari nenek moyangnya dan tetap ia gunakan sampai sekarang walaupun Baduy luar sebagian sudah menganut Islam. Mau bagaimanapun kepercayaan mereka akan tetap mereka pegang teguh. Dan setiap tahunnya, mereka mengadakan persembahan untuk penunggu alam yang mereka yakini ke atas gunung untuk mengadakan upacara persembahan pada Dewa.
Masyarakat suku Baduy tidak pernah mau menggunakan kendaraan sekalipun jarak yang harus ditempuh sangat jauh. Itu dikarenakan, mereka lebih mempercayai berjalan kaki lebih sehat daripada menggunakan kendaraan bermotor. Namun Baduy luar sebagian masyarakatnya sudah ada saja yang menggunakan kendaraan umum bila berpergian jauh. Namun dulu ada perwakilan satu orang Baduy dalam dan satu orang Baduy luar untuk menghadiri acara penyembahan kepada dewa di Tangukban Perahu, Bandung-subang dimana mereka berjalan kaki dari tempat asalanya dan diperkirakan jaraknya sekitar 260 KM. Luar biasa kaki mereka ternyata.
Bahasa yang digunakan Suku Baduy ialah bahasa sunda namun bila didengarkan oleh sunda parahyangan, akan terdengar sangat kasar. Maka dari itu sunda mereka sering disebut sunda selatan atau sunda kasar. Walaupun begitu, ini menandkan adanya hubungan dengan orang-orang Jawabarat yang notabanenya ialah bahasa Sunda dan hal ini lah yang menjadi pertimbangan sejarawan bahwa suku Baduy masih bagian dari sejarah besar kerajaan Padjajajran.
Mata pencaharian masyarakat Baduy ialah bertani atau bercocok tanam.Mereka sangat memelihara hutan mereka maka tak heran bila hutan-hhutan kawasan Banten Selatan menjadi primadona hutan terbaik dengan penebangan liar yang tidak signifikan. Mereka menjaga karena beranggapan bahwa hutan ialah warisan nenek moyang yang bila tidak menjaganya, maka alam akan murka dengan dahsyat.
Makanan khas dari suku ini ialah Lemeung yang mana beras yang dimasak dengan cara dimasukkan pada bambu dan hal ini menjadi khas yang unik dan sangat khas bagi wisatawan yang mencicipinya. Satu hal yang lupa, Baduy atau Suku Baduy lebih senang disebut dengan sebutan warga Kanekes. entah apa itu Kanekes yang pasti Kanekes ialah BAduy dan Baduy ialah Kanekes.
Suku Baduy luar dan dalam dipimpin oleh tetua mereka yang biasa disebut Olot dan juga Jaro yang mana selevel camatnya Baduy. Pemimpin itu ada dibagian Baduy Dalam karena kesucian ada pada Baduy dalam (anggapan mereka).
Itulah sedikit kisah dan pengetahuan untuk Baduy. Mungkin disuatu saat nanti ada yang ingin mengunjungi suku pedalaman ini, berwisatalah ke gerbang suku baduy di Kecamatan Ciboleger, Kabupaten Lebak, Banten. Terimakasih :)
Baduy. Salah satu suku tradisional yang terletak di Kabupaten Lebak, Banten. Mungkin sudah banyak artikel dan tulisan lain mengenai Suku Baduy ini. Tapi tiada salahnya sebagai penulis asli dari Rangkasbitung (Ibu Kota Kabupaten Lebak) mengungkap sedikit fakta tentang Baduy. Ya, ini hanya sebagai ulasan belaka saja, namun semoga menjadi bahan pengetahuan untuk para pembaca khususnya masyarakat kabupaten Lebak sendiri yang masih minim gambaran tentang Baduy.
Suku Baduy terbagi menjadi dua bagian, dimana ada Baduy luar dan Baduy dalam. Ada perbedaan ciri yang sangat mencolok diantara keduanya, dan bahkan perbedaan yang menjadi dasar terbentuknya masyarakat Baduy. Pertama dari segi berbusana. Pakaian Baduy Dalam selalu memakai pakaian serba putih. Mereka beranggapan bahwa Putih melambangkan kesucian dan awal dari semua warna. Sedangkan Baduy luar selalu berpakaian serba hitam. Ini menjadi perbedaan yang signifikan dimana warna tersebut menjadi identitas kedua Suku ini.
Perbedaan yang lain dari segi wilayah, dimana Baduy dalam hanya ada 3 lokasi yaitu Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo yang mana semua lokasi itu ada di perbukitan Kabupaten Lebak. Dan yang uniknya, setiap lokasi masing-masing hanya memperbolehkan penduduknya tidak lebih dari 40 orang saja. Jika melebihi 40 orang, maka akan ada satu orang suku Baduy dewasa yang harus keluar dan menjadi Baduy luar. Sedangkan Baduy luar tidak ada batasan harus berapa penduduk yang tinggal dalam satu wilayahnya.
Mengenai asal-usul suku Baduy, ada yang menyebutkan bahwa Baduy dahulunya ialah pelarian dari prajurit Padjajaran. Yang mana pada saat itu prajurit Padjajajran kalah dalam peperangan melawan kerajaan Cirebon Islam dan juga kalah melawan Kerajaan Banten yang saat itu dipimpin sultan Hasanudin. Mereka lari ke Banten selatan (Kabupaten Lebak) dan ahirnya menetap dan membuat komunitas disana. Sampai sekarang suku Baduy tetap ada dan tidak pernah menghilang.
Urusan kepercayaan, suku Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Ini adalah agama dari nenek moyangnya dan tetap ia gunakan sampai sekarang walaupun Baduy luar sebagian sudah menganut Islam. Mau bagaimanapun kepercayaan mereka akan tetap mereka pegang teguh. Dan setiap tahunnya, mereka mengadakan persembahan untuk penunggu alam yang mereka yakini ke atas gunung untuk mengadakan upacara persembahan pada Dewa.
Masyarakat suku Baduy tidak pernah mau menggunakan kendaraan sekalipun jarak yang harus ditempuh sangat jauh. Itu dikarenakan, mereka lebih mempercayai berjalan kaki lebih sehat daripada menggunakan kendaraan bermotor. Namun Baduy luar sebagian masyarakatnya sudah ada saja yang menggunakan kendaraan umum bila berpergian jauh. Namun dulu ada perwakilan satu orang Baduy dalam dan satu orang Baduy luar untuk menghadiri acara penyembahan kepada dewa di Tangukban Perahu, Bandung-subang dimana mereka berjalan kaki dari tempat asalanya dan diperkirakan jaraknya sekitar 260 KM. Luar biasa kaki mereka ternyata.
Bahasa yang digunakan Suku Baduy ialah bahasa sunda namun bila didengarkan oleh sunda parahyangan, akan terdengar sangat kasar. Maka dari itu sunda mereka sering disebut sunda selatan atau sunda kasar. Walaupun begitu, ini menandkan adanya hubungan dengan orang-orang Jawabarat yang notabanenya ialah bahasa Sunda dan hal ini lah yang menjadi pertimbangan sejarawan bahwa suku Baduy masih bagian dari sejarah besar kerajaan Padjajajran.
Mata pencaharian masyarakat Baduy ialah bertani atau bercocok tanam.Mereka sangat memelihara hutan mereka maka tak heran bila hutan-hhutan kawasan Banten Selatan menjadi primadona hutan terbaik dengan penebangan liar yang tidak signifikan. Mereka menjaga karena beranggapan bahwa hutan ialah warisan nenek moyang yang bila tidak menjaganya, maka alam akan murka dengan dahsyat.
Makanan khas dari suku ini ialah Lemeung yang mana beras yang dimasak dengan cara dimasukkan pada bambu dan hal ini menjadi khas yang unik dan sangat khas bagi wisatawan yang mencicipinya. Satu hal yang lupa, Baduy atau Suku Baduy lebih senang disebut dengan sebutan warga Kanekes. entah apa itu Kanekes yang pasti Kanekes ialah BAduy dan Baduy ialah Kanekes.
Suku Baduy luar dan dalam dipimpin oleh tetua mereka yang biasa disebut Olot dan juga Jaro yang mana selevel camatnya Baduy. Pemimpin itu ada dibagian Baduy Dalam karena kesucian ada pada Baduy dalam (anggapan mereka).
Itulah sedikit kisah dan pengetahuan untuk Baduy. Mungkin disuatu saat nanti ada yang ingin mengunjungi suku pedalaman ini, berwisatalah ke gerbang suku baduy di Kecamatan Ciboleger, Kabupaten Lebak, Banten. Terimakasih :)
Komentar
Posting Komentar